Ketika telah memasuki bulan syawal seringkali kita melihat sebuah fenomena janur kuning yang berjejeran di pinggir jalan sebagai pertanda bahwa ada hajatan pernikahan yang sedang berlangsung. Bulan syawal sering diidentikkan dengan bulan pernikahan, di bulan ini juga para jomblowan/wati seringakali dihantui pertanyaan horor seperti kapan kamu nikah? Udah ada calonnya belum? Dan lain sebagainya. Namun dalam tulisan kali ini saya tidak ingin membahas seperti apa penderitaan para jomblo ketika mendengar pertanyaan-pertanyaan horor tersebut :D. di tulisan kali ini saya hendak membahas tentang hukum menikah di bulan syawal, bagaimana pendapat para ulama dalam masalah ini?.
Sependek pencarian saya tentang hukum menikah di bulan syawal ada 2 pendapat, diantaranya ada yang menyatakan sunah dan ada juga yang menyatakan sebatas mubah. Di bawah ini akan saya perinci siapa saja para ulama yang mensunahkan dan menyatakan mubah.
Pendapat yang mensunahkan
- Mazhab Malikiyah
Mazhab malikiyah menyatakan bahwa bahwa sunah menikah di bulan syawal sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh al-Hathab ar-Ru’aini (w 954 H) dalam kitabnya Mawahib al-Jalil.
يُسْتَحَبُّ عَقْدُهُ فِي شَوَّالٍ وَالابْتِنَاءُ بِهَا فِيهِ ; لأَنَّ عَائِشَةَ حَكَتْ { أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَزَوَّجَ بِهَا فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِهَا فِيهِ } وَقَدْ حُكِيَ { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَسْتَحِبُّ النِّكَاحَ فِي رَمَضَانَ } وَالأَوَّلُ أَصَحُّ انْتَهَى
Disunahkan melaksanakan aqad nikah di bulan syawal dan membangun rumah tangga di bulan itu juga, dikarenakan Sayyidah ‘Aisyah R.A sendiri yang menceritakan bahwa Nabi S.A.W menikahinya di bulan syawal dan berumah tangga dengan di bulan syawal juga. Ada juga riwayat yang menceritakan bahwa bahwa Rasulullah S.A.W menganjurkan menikah di bulan ramadhan. Namun riwayat yang pertama yang paling shahih (sunah menikah di bulan syawal).[1]
- Mazhab Syafi’iyah
Dalam mazhab syafi’iyah berpendapat bahwa menikah di bulan syawal itu sunah begitupula dengan bulan shafar, hal ini sebagaimana yang tertera dalam kitab Nihayatu al-Muhtaj wa Syahru Syabramlisi.
)قَوْلُهُ : وَيُسَنُّ أَنْ يَتَزَوَّجَ فِي شَوَّالٍ ) قَالَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ { لِقَوْلِ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ } وَبِهَذَا الْحَدِيثِ رُدَّ مَا كَانَتْ الْجَاهِلِيَّةُ عَلَيْهِ وَمَا تَحْكِيهِ بَعْضُ الْعَوَامّ الْيَوْمَ مِنْ كَرَاهَةِ التَّزَوُّجِ , وَالتَّزْوِيجِ وَالدُّخُولِ فِي شَوَّالٍ بَاطِلٌ لا أَصْلَ لَهُ , وَهُوَ مِنْ آثَارِ الْجَاهِلِيَّةِ , كَانُوا يَتَطَيَّرُونَ بِذَلِكَ لِمَا فِي اسْمِ شَوَّالٍ مِنْ الإِشَالَةِ وَالرَّفْعِ ا هـ . وَصَحَّ التَّرْغِيبُ فِي صَفَرٍ أَيْضًا . رَوَى الزُّهْرِيُّ { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم زَوَّجَ ابْنَتَهُ فَاطِمَةَ عَلِيًّا فِي شَهْرِ صَفَرٍ عَلَى رَأْسِ اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا مِنْ الْهِجْرَةِ } ا هـ بَهْنَسِيٌّ . وَكَتَبَ أَيْضًا لَطَفَ اللَّهُ بِهِ قَوْلَهُ : وَيُسَنُّ أَنْ يَتَزَوَّجَ فِي شَوَّالٍ : أَيْ حَيْثُ كَانَ يُمْكِنُهُ فِيهِ وَفِي غَيْرِهِ عَلَى السَّوَاءِ , فَإِنْ وُجِدَ سَبَبٌ لِلنِّكَاحِ فِي غَيْرٍ فَعَلَهُ
Disunahkan menikah di bulan syawal. Imam Nawawi (w 676 H) rahimahullah dalam kitabnya syarah shahih Muslim mengatakan bahwa sunahnya menikah di bulan syawal berdasarkan perkataan /pengakuan Sayyidah ‘Aisyah R.A : Rasulullah S.A.W menikahiku di bulan Syawal dan berumah tangga denganku di bulan syawal juga. Dengan hadits ini dapat digunakan sebagai dalil penolakan/penyangkalan terhadap apa yang telah dipraktekkan di zaman jahiliyah dan anggapan takhayul sebagian orang awam saat ini yang enggan atau meyakini makruhnya menikah, menikahkan dan berumah tangga (berhubungan suami istri) di bulan syawal, semua keengganan dan kepercayaan mereka tentang jeleknya bulan syawal adalah kebatilan dan sama sekali tidak ada dalil dan sandarannya. Kepercayaan tersebut merupakan sisa-sisa dari kepercayaan jahiliyah yang ber-tathayyur (mengganggap sial) hal itu, dikarenakan penamaan bulan syawal berasal dari kata al-isyalah dan ar-raf’u (menghilangkan/mengangkat yang menurut mereka bermakna ketidak berungtungan).
Anjuran untuk menikah di bulan shafar juga merupakan pendapat yang shahih. Dalam hal ini Imam az-Zuhri (w 125 H) meriwayatkan bahwa rasulullah S.A.W menikahkan putrinya yaitu Sayyidah Fatimah R.A dengan Sayyidina Ali R.A di bulan shafar di penghujung bulan ke 12 dari hijrahnya Rasulullah S.A.W. pernyataan disunahkan menikah di bulan syawal maksudnya adalah sekiranya memungkinkan untuk dilaksanakan pada bulan itu sedangkan pada bulan yang lain juga sama. Namun apabila ditemukan penyebab untuk menikah di bulan yang lainnya maka laksakanlah. [2]
Pendapat Yang Membolehkan
- Mazhab Hanafiyah
Dalam mazhab hanafiyah menikah di bulan syawal hanya menduduki hukum mubah saja. hal ini sebagaimana yang tertera dalam kitab Raddu al-Muhtar ‘Ala Durri al-Mukhtar karya Ibnu Abdin (w 1252 H).
قَالَ فِي الْبَزَّازِيَّةِ : وَالْبِنَاءُ وَالنِّكَاحُ بَيْنَ الْعِيدَيْنِ جَائِزٌ وَكُرِهَ الزِّفَافُ , وَالْمُخْتَارُ أَنَّهُ لا يُكْرَهُ { لأَنَّهُ عليه الصلاة والسلام تَزَوَّجَ بِالصِّدِّيقَةِ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِهَا فِيه{
Mubah hukumnya berumah tangga dan menikah diantara 2 hari raya id (bulan syawal, dzulqo’dah dan 9 hari awal di bulan dzulhijah) namun untuk zafaf (malam pertama bagi yang baru nikah) dimakruhkan, hanya saja pendapat yang dipilih oleh mazhab adalah tidak dimakruhkan zafaf. Dikarenakan Nabi S.A.W menikah dan berumah tangga dengan Shiddiqah ‘Aisyah R.A di bulan syawal.[3]
[1]. al-Hathab ar-Ru’aini, Mawahib al-Jalil Fii Syarhi Mukhtashar Khalil, jilid 3 hal 408. Cet. Darul Fikr.
[2]. Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj Ila Syarhi al-Minhaj Wa Hasyiyah asy-Syabramlisi. Jilid 6 hal 182-183. Cet Mushtafa al-Halbi. Lihat juga an-Nawawi dalam kitabnya Syarh Shahih al-Muslim, jilid 9 hal 209. Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bari jilid 7 hal 225. Ibnu Katsir al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 3 hal 253.
[3]. Ibnu Abdin. Raddul Muhtar A’la Durri al-Mukhtar jilid 2 hal 262 cet. Ihya’u at-Turats.